BANTEN — Proses Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) tingkat SLTA dan SMK Negeri di Provinsi Banten tahun 2025 menguak potret bobroknya tata kelola pendidikan. Di balik layar sistem digitalisasi yang diklaim modern dan transparan, investigasi tim InvestigasiGWI.com menemukan dugaan kuat praktik terstruktur, sistematis, dan masif berupa titipan pejabat, pungli berkedok sumbangan, hingga permainan kuota antara oknum sekolah negeri dan swasta.
Rakyat Kecil Menangis, Anak Ditolak Sistem
Puluhan orang tua dari berbagai kabupaten/kota mengaku kecewa berat. Anak mereka gagal masuk sekolah negeri meski mengikuti semua prosedur. Ironisnya, kursi yang mereka perjuangkan justru diduduki siswa yang disebut-sebut sebagai "anak titipan", baik dari kalangan pejabat daerah, politisi, maupun ASN tertentu.
“Kami ikut jalur reguler, nilai bagus, semua syarat lengkap, tetap gagal. Tapi anak pejabat bisa lolos mulus. Sistem macam apa ini?” keluh seorang warga Lebak yang anaknya ditolak tiga sekolah negeri sekaligus.
Sistem Digital, Modus Baru Distribusi Kepentingan?
Investigasi kami menemukan bahwa sistem digital SPMB bukanlah jawaban transparansi. Justru sebaliknya, menjadi tactical tool untuk menutupi praktik kotor: kuota dimanipulasi, penolakan dimanfaatkan, dan anak-anak rakyat diarahkan ke sekolah swasta yang disebut "gratis" namun penuh kejanggalan.
Dugaan menguat bahwa sekolah negeri hanya "dipakai" sebagai etalase, sementara jalur belakang tetap berjalan untuk mereka yang memiliki akses khusus.
“Kami menerima informasi soal oknum panitia yang meminta hingga Rp10 juta untuk satu kursi di SMA negeri unggulan. Tapi tidak lewat sistem. Semua offline, semua diam,” ungkap narasumber internal Dindik yang identitasnya kami rahasiakan.
Peran Sekolah Swasta: Program “Gratis” yang Tak Benar-Benar Gratis
Dinas Pendidikan Provinsi Banten mengklaim telah bekerja sama dengan 811 sekolah swasta dalam program “Sekolah Gratis”. Tapi investigasi kami menemukan fakta lapangan berbeda: banyak sekolah mitra tetap memungut biaya dari orang tua siswa, mulai dari biaya seragam, daftar ulang, hingga ‘dana partisipasi pembangunan’.
“Kami diarahkan ke SMK swasta yang katanya gratis. Tapi waktu daftar, kami tetap diminta Rp1,5 juta. Mana gratisnya?” kata salah satu wali murid di Kota Tangerang Selatan.
Tanggapan Dindik: Jika Ada Oknum, Akan Diproses
Saat dikonfirmasi, Kepala Bidang GTK Dindik Banten, Rahmat, bersama Kasubag Umum & Umpeg Herli, membantah adanya pungli yang dilegalkan. Mereka mengklaim, sistem SPMB telah dirancang sebaik mungkin dan program sekolah gratis merupakan solusi atas keterbatasan rombel di sekolah negeri.
“Kalau ada oknum yang memungut biaya di sekolah negeri maupun mitra swasta, silakan lapor. Kami akan panggil dan beri sanksi,” tegas Rahmat, Senin (8/7/2025) di ruang kerjanya.
Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada satu pun oknum kepala sekolah atau panitia SPMB yang diumumkan mendapat sanksi. Dugaan impunitas dalam tubuh Dindik Banten pun menguat.
Pendidikan Dijadikan Komoditas, Negara Dianggap Gagal Hadir
Di atas kertas, pendidikan adalah hak konstitusional setiap warga negara. Namun realita di lapangan membuktikan: pendidikan di Banten telah menjadi ajang perburuan rente oleh segelintir elit yang menjadikan anak-anak rakyat sebagai tumbal sistem yang rusak.
Banten yang pernah dicitrakan sebagai provinsi religius dan berintegritas, kini tengah digerogoti praktik-praktik gelap dari dalam. Gubernur Banten Andra Sony yang baru terpilih ditantang serius: bersihkan sistem atau biarkan pendidikan jadi komoditas gelap.
InvestigasiGWI.com akan terus memantau dan mengungkap lebih jauh keterlibatan oknum-oknum dalam skandal ini. Karena ketika pendidikan telah menjadi alat dagang, maka masa depan negeri ini sedang dijual murah oleh bangsanya sendiri.
(Tim Investigasi/InvestigasiGWI.com)