“Aktivis HAM Ini Meledak: ‘Penguasa Mengkhianati Aceh! Dari Soekarno hingga MoU Helsinki, Janji Hanya Omong Kosong!’”

Redaksi Media Bahri
0

InvestigasiGWI.com | BANDA ACEH —
Suara keras datang dari Aceh. Aktivis HAM dan pegiat sosial, Razali alias Nyakli Maop, memecah kebisuan dengan pernyataan yang mengguncang: Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh sama-sama telah mengkhianati rakyat Aceh secara sistematis. Bukan hanya secara politis, melainkan melalui pola panjang pengingkaran sejarah yang terus diwariskan dari generasi ke generasi penguasa.

Dalam wawancaranya, Nyakli Maop menegaskan bahwa luka Aceh bukan muncul tiba-tiba—tetapi merupakan konsekuensi dari janji-janji yang dilanggar, komitmen yang dicampakkan, dan sejarah yang sengaja diputar balik.


“Pengkhianatan Itu Bermula dari Sejarah Republik Sendiri”

Nyakli Maop mengungkapkan bahwa Aceh pernah berdiri di garis terdepan mempertaruhkan segalanya demi kemerdekaan Indonesia. Bahkan rakyat Aceh menyumbangkan emas untuk membeli pesawat legendaris RI-001 Seulawah—kontribusi fundamental yang tak bisa dihapuskan dari catatan sejarah.

Namun pengorbanan itu dibalas dengan kebijakan yang dianggap sebagai tamparan terhadap martabat Aceh.

“Setelah merdeka, bukannya memenuhi janji, Pemerintah Pusat justru mencabut status Provinsi Aceh pada 1950. Aceh diturunkan menjadi Keresidenan di bawah Sumut. Janji Syariat Islam? Hilang begitu saja.”Nyakli Maop

Ia menyebut peristiwa itu sebagai pengkhianatan paling telanjang, yang memantik pemberontakan DI/TII Aceh 1953 dan kelak menjadi tanah subur lahirnya Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

“Ini bukan luka kecil. Ini luka sejarah yang membentuk identitas perlawanan Aceh.”


MoU Helsinki: “Janji Damai yang Juga Dilanggar”

Tak berhenti di masa kemerdekaan, Nyakli Maop juga menyebut era modern pascakonflik tetap diwarnai pengingkaran yang sama. Ia menilai MoU Helsinki 2005, yang seharusnya menjadi fondasi perdamaian berkelanjutan, tidak dijalankan sesuai semangat awalnya.

Bahkan ia menyebut implementasinya seringkali “dipilih sesuai selera politik Jakarta dan elit Aceh”.

“Banyak butir MoU dibiarkan menggantung. Jakarta tidak konsisten, dan Pemerintah Aceh ikut terbawa arus kekuasaan. Ini pengkhianatan pascaperdamaian.”

Menurutnya, kegagalan kedua belah pihak dalam menjaga komitmen MoU telah menciptakan ketidakpercayaan baru di tengah masyarakat Aceh, mempertebal kecurigaan bahwa perdamaian hanya dimaknai secara administratif—bukan substantif.


“Perdamaian Aceh Harus Diselamatkan — Bukan Diperdagangkan!”

Nyakli Maop memperingatkan dengan tegas: jika pengingkaran sejarah terus dipelihara, Aceh akan kembali terjerumus dalam siklus kekecewaan yang mengancam stabilitas jangka panjang.

Ia mendesak:

  • Evaluasi total implementasi MoU Helsinki
  • Pengakuan terbuka atas kesalahan masa lalu
  • Penegakan butir-butir yang masih terabaikan
  • Penghentian praktik politik yang mengorbankan kepentingan rakyat Aceh

“Rakyat Aceh bukan objek proyek politik. Mereka punya martabat, punya sejarah, dan punya hak atas janji yang pernah dibuat negara kepada mereka.”

Nyakli Maop menegaskan bahwa penyelesaian Aceh tidak akan pernah tuntas selama negara dan elit Aceh terus memelihara pola lama: menjanjikan banyak, menepati sedikit, melupakan selebihnya.


Reporter: Syaiful Laki
Editor: ZoelIdrus

Posting Komentar

0 Komentar
Posting Komentar (0)

#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Ok, Go it!
To Top