
InvestigasiGWI.com | Binjai – Kinerja PLH Sekretaris Kota Binjai sekaligus Kepala Bappeda, Chairin Fitri Simanjuntak, kembali menuai sorotan tajam dari pengamat hukum tata negara dan publik. Chairin, mantan Kadis Perhubungan Kota Binjai, dinilai gagal menjalankan program strategis yang seharusnya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pelayanan publik.
Program kartu elektronik parkir berbayar untuk Jalan Sudirman dan Bangkatan, yang ditargetkan menyumbang PAD Rp2,5 miliar per tahun, justru amburadul. Pendapatan parkir merosot drastis dari Rp2 miliar menjadi hanya Rp1,2 miliar. Mesin uji berkala kendaraan bermotor (keur/KIR) bernilai ratusan juta rupiah terbengkalai, menandai pengelolaan aset yang buruk dan tidak sesuai prinsip efisiensi dan akuntabilitas negara.
Perawatan traffic light, lampu jalan, dan marka jalan mangkrak total, sementara pembangunan terminal angkutan di Pajak TAVIP/pajak bawah dan penindakan kendaraan kelebihan muatan tak pernah dijalankan, merugikan masyarakat dan menghambat pertumbuhan kota.
Ketua LSM P3H Sumut, Jaspen Pardede, menegaskan:
"Kinerja Chairin Fitri Simanjuntak dan sejumlah Kadis di Kota Binjai sangat memprihatinkan. Banyak program strategis mangkrak, padahal anggaran tersedia. Dugaan nepotisme dan ketidaktransparanan BKD Kota Binjai terkait Ujian Kompetensi (UKOM) Eselon 2 jelas bertentangan dengan prinsip objektivitas, transparansi, dan akuntabilitas dalam hukum tata negara."
Dugaan nepotisme makin nyata dengan penempatan pejabat keluarga Wali Kota Binjai:
Kepala Inspektorat Heni, keponakan Wali Kota,
Kabag Ekonomi Andi, keponakan Wali Kota,
Musa, Camat Binjai Utara, saudara Wali Kota,
Chairin Fitri Simanjuntak sendiri, sepupu istri Wali Kota.
Selain itu, Chairin diduga membawa 7 PNS “import” dari Deli Serdang ke Kota Binjai, sebagian sudah dilantik, yang menimbulkan tanda tanya soal objektivitas dan prosedur promosi berdasarkan merit system. Chairin sendiri diketahui pernah menjadi PNS di Deli Serdang sebelum menjabat di Binjai.
BKD Kota Binjai juga disebut tidak membuka hasil UKOM Eselon 2 yang digelar bulan April lalu, memicu spekulasi publik tentang objektivitas promosi pejabat. Netizen menilai banyak Kadis “hanya duduk manis” tanpa prestasi, sementara program penting kota terbengkalai.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan hukum serius: apakah Wali Kota Binjai menyalahgunakan kekuasaan dan mengabaikan prinsip hukum tata negara dalam penempatan pejabat, serta melakukan praktik nepotisme yang merugikan masyarakat?
Masyarakat kini menuntut evaluasi tegas dan transparan terhadap seluruh pejabat, agar program strategis berjalan, PAD meningkat sesuai potensi, praktik nepotisme dihentikan, dan ketidaktransparanan hasil UKOM bisa segera diperbaiki demi kepatuhan terhadap hukum tata negara.
Redaksi: InvestigasiGWI.com
Editor: Zulkarnain Idrus

.jpeg)