JAM-Pidum Setujui 2 Restorative Justice, Termasuk Kasus Kekerasan Terhadap Anak di Flores Timur

Zulkarnaen_idrus
0


InvestigasiGWI.com | Jakarta – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana menyetujui dua perkara untuk diselesaikan melalui mekanisme Restorative Justice (RJ) atau keadilan restoratif, Selasa (12/8/2025). Salah satunya adalah kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.


Perkara tersebut menjerat Aloysius Dalo Odjan alias Jeri dan Marianus Liufung Lusanto alias Jonli dari Kejaksaan Negeri Flores Timur. Keduanya disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) jo Pasal 76C UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman pidana penjara maksimal 3 tahun 6 bulan atau denda hingga Rp72 juta.


Kasus bermula pada 14 Juni 2025 di Pantai Lamawalang. Korban TPT (15) yang sedang berbincang di acara pesta sambut baru, mencoba menahan tersangka I yang menampar temannya. Namun, korban justru menjadi sasaran kekerasan oleh kedua tersangka. Akibatnya, korban mengalami luka memar dan lecet di beberapa bagian tubuh sesuai hasil visum RSUD dr. Hendrikus Fernandez.


Pada 4 Agustus 2025, dilakukan proses perdamaian. Kedua tersangka mengakui perbuatan, menyesal, dan berjanji tidak mengulangi. Korban dan keluarganya menerima permintaan maaf secara sukarela tanpa paksaan. Pertimbangan yuridis dan sosiologis membuat Kejati NTT mengusulkan penghentian penuntutan melalui mekanisme RJ, yang disetujui JAM-Pidum.


Kepala Kejaksaan Negeri Flores Timur, Teddy Rorie, S.H., bersama Kasi Pidum sekaligus Jaksa Fasilitator I Nyoman Sukrawan, S.H., M.H., menjadi penggagas penyelesaian perkara ini dengan pendekatan keadilan restoratif.


Selain perkara di Flores Timur, JAM-Pidum juga menyetujui penghentian penuntutan terhadap Angga bin Bastari di Muara Enim, Sumatera Selatan, dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga. Keputusan ini diambil karena telah tercapai perdamaian, ancaman pidana di bawah lima tahun, dan adanya itikad baik dari tersangka serta respon positif masyarakat.


“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan SKP2 berdasarkan keadilan restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor 01/E/EJP/02/2022, sebagai perwujudan kepastian hukum,” tegas Prof. Asep Nana Mulyana.


Kejaksaan menegaskan, pendekatan keadilan restoratif ini bertujuan memulihkan hubungan sosial di masyarakat, bukan sekadar memberikan hukuman.

Redaksi: InvestigasiGwI.com

Posting Komentar

0 Komentar
Posting Komentar (0)

#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Ok, Go it!
To Top