
InvestigasiGWI.com | Kandis — Pihak Puskesmas Kandis akhirnya buka suara soal pemberitaan liar yang beredar di beberapa media online dengan judul “Diduga Puskesmas Kandis Mal Praktek, Pasien Demam Didiagnosa TBC, Ternyata Kanker Hati dan Meninggal.”
Dalam keterangan resminya, Kepala Puskesmas Kandis dr. Iin Cahyadi menegaskan bahwa isi berita tersebut tidak benar dan tidak berdasar fakta medis, bahkan dapat dikategorikan sebagai berita hoaks yang bisa berimplikasi hukum pidana.
“Berita itu menyesatkan dan merugikan nama baik institusi kesehatan. Kami bekerja berdasarkan hasil laboratorium yang sah dan prosedur medis yang jelas, bukan berdasarkan asumsi atau opini,” tegas dr. Iin, Senin (13/10/2025).
Ia menjelaskan, pasien berinisial HS, warga Kelurahan Kandis Kota, memang pernah menjalani pengobatan TBC paru di Puskesmas Kandis sejak 13 Desember 2024 setelah hasil Tes Molekuler Cepat (TCM) menunjukkan adanya kuman TBC. Pemeriksaan itu merupakan standar nasional dengan tingkat akurasi tinggi dan otomatis tercatat di sistem SITB Kementerian Kesehatan.
“Pasien kami tangani sesuai prosedur. Tidak ada unsur kelalaian apalagi malpraktik. Diagnosis dilakukan berdasarkan pemeriksaan laboratorium resmi,” jelasnya.
Kasus ini bermula ketika pasien HS meninggal dunia di salah satu rumah sakit di Pekanbaru akibat Kanker Hati. Setelah itu, pihak keluarga mendatangi Puskesmas Kandis dan meminta agar diagnosis TBC paru dicabut supaya klaim asuransi bisa dicairkan.
“Tentu kami menolak, karena kami tidak bisa mengubah data medis yang sudah sah. Itu melanggar kode etik kedokteran dan bisa berimplikasi hukum. Kebenaran medis tidak bisa disesuaikan dengan kepentingan pribadi,” ujarnya.
dr. Iin juga membantah isi pemberitaan yang menyebut pasien hanya berobat karena demam. “Dalam rekam medis tercatat pasien datang dengan keluhan batuk lebih dari satu bulan. Itu indikasi wajib untuk pemeriksaan TBC. Setelah hasil dahak positif, kami jalankan pengobatan sesuai standar. Jadi kalau disebut asal diagnosa, itu fitnah,” tegasnya.
Ia menambahkan, hasil rontgen dari rumah sakit Pekanbaru yang dikirim keluarga pasien justru menguatkan diagnosis awal Puskesmas, karena menunjukkan adanya proses spesifik pada paru — ciri khas TBC paru.
Terkait pemberitaan yang sudah terlanjur beredar, Puskesmas Kandis menilai perlu ada tindakan hukum terhadap penyebar informasi palsu yang bisa mencoreng reputasi tenaga kesehatan.
“Berita hoaks yang menuduh tanpa dasar bisa dijerat dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, yang ancamannya bisa mencapai 6 tahun penjara,” ungkap dr. Iin.
Ia mengingatkan agar masyarakat tidak mudah mempercayai kabar yang belum terverifikasi, terutama menyangkut pelayanan kesehatan.
“Cek dan ricek dulu sebelum menyebarkan. Karena setiap informasi palsu yang mencemarkan nama baik pihak lain, apalagi institusi publik, bisa berujung pidana,” ujarnya.
dr. Iin menutup dengan pesan tegas: “Kami bekerja secara profesional, memegang sumpah jabatan dan bukti ilmiah. Tuduhan tanpa dasar hanya mencederai kepercayaan publik dan menghambat semangat pelayanan kesehatan.”
Redaksi.
Editor: Zoel Idrus

.jpeg)