
InvestigasiGWI.com | Binjai, Sumatera Utara —
Gelagat tak beres tengah menyelimuti PT PLN UP.3 Binjai. Penggunaan anggaran Pelayanan Teknik (Yantek) yang menelan puluhan miliar rupiah untuk perawatan jaringan dan penggantian tiang listrik diduga kuat tidak sesuai dengan juknis (petunjuk teknis) maupun ketentuan Undang-Undang Ketenagalistrikan.
Lebih mengejutkan lagi, Manager PLN UP.3 Binjai, Muhammad Isra, justru menolak dikonfirmasi media, meskipun tim redaksi telah mengisi buku tamu dan membuat janji resmi untuk wawancara sesuai prosedur keterbukaan informasi publik. Sikap bungkam tersebut semakin mempertegas adanya indikasi kuat bahwa pengelolaan dana Yantek diselimuti ketertutupan dan potensi penyimpangan.
Menurut temuan di lapangan, tiang miring dan tiang kayu keropos masih banyak ditemukan di wilayah Kota Binjai. Padahal, dalam juknis Yantek PLN disebutkan, setiap tiang yang menunjukkan kemiringan di atas toleransi teknis atau mengalami kerusakan material harus segera diganti atau diperbaiki. Ketentuan ini sejalan dengan Pasal 44 dan 50 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, yang menegaskan bahwa penyelenggara tenaga listrik wajib menjamin keselamatan dan keandalan instalasi.
Namun realita di lapangan menunjukkan hal sebaliknya. Tragedi tiang tumbang di Jalan Pacul, Kelurahan Cengkeh Turi, Januari 2025 lalu, yang menewaskan dua warga—ibu dan anak—, menjadi bukti nyata lemahnya pengawasan dan dugaan kelalaian dari pihak PLN. Peristiwa ini terjadi di bawah kepemimpinan Darwin Simanjuntak (Manager UP.3) dan Siti Asyiah Mutia (Manager ULP Rayon Kota), yang dinilai lalai dan abai terhadap keselamatan publik.
Sumber internal PLN menyebutkan, realisasi anggaran Yantek di lapangan tidak sebanding dengan laporan administrasi, di mana sejumlah proyek pemeliharaan dan pergantian tiang terindikasi fiktif atau dilakukan tanpa verifikasi teknis yang sah.
Ketika diminta tanggapan, Manager UP.3 Binjai, Muhammad Isra, tidak bersedia memberikan klarifikasi, meskipun telah diminta secara resmi berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Upaya konfirmasi berulang kali yang dilakukan awak media di kantor PLN UP.3 Binjai, Jalan T. Amir Hamzah, tetap tidak direspons.
Menanggapi situasi tersebut, Praktisi Hukum Sumatera Utara, Ahmad Zulfikar, S.H., M.H., angkat bicara. Menurutnya, tindakan menolak konfirmasi publik oleh pejabat PLN bisa dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap prinsip akuntabilitas publik dan indikasi maladministrasi.
"PLN adalah badan usaha milik negara yang tunduk pada asas keterbukaan dan tanggung jawab sosial. Jika pejabatnya menutup diri terhadap permintaan klarifikasi publik, apalagi terkait dugaan penyimpangan anggaran, maka ada pelanggaran serius terhadap UU KIP dan UU Ketenagalistrikan,” tegas Ahmad Zulfikar.

“Pasal 50 UU No. 30 Tahun 2009 menyebutkan, setiap penyelenggara tenaga listrik wajib menjamin keselamatan umum. Bila tiang miring dan lapuk dibiarkan hingga menelan korban jiwa, maka itu bukan sekadar kelalaian administratif, melainkan bentuk pelanggaran hukum yang dapat dipidana,” tambahnya.
Ahmad juga mendorong Kejaksaan Negeri (Kajari) dan Polres Binjai untuk membuka penyelidikan mendalam terhadap pengelolaan dana Yantek serta menelusuri apakah terdapat indikasi tindak pidana korupsi atau penyalahgunaan wewenang dalam realisasinya.
“Transparansi dan audit teknis harus segera dilakukan. Jangan biarkan dana negara yang diperuntukkan bagi keselamatan publik justru menjadi sarana pembiaran dan permainan proyek,” tegasnya lagi.
Kasus dugaan penyimpangan anggaran Yantek PLN UP.3 Binjai kini menjadi perhatian serius publik Sumatera Utara. Masyarakat berharap aparat penegak hukum tidak tutup mata, dan PLN pusat turun tangan melakukan audit internal menyeluruh terhadap unit tersebut.
Reporter: Tim InvestigasiGWI.com
Editor: Zulkarnain Idrus

.jpeg)