Langkat – InvestigasiGWI.com |
Sidang ke-4 kasus pembunuhan sadis terhadap Frandi Sembiring (26) oleh ayah angkatnya sendiri, Gembira Surbakti, yang digelar di Pengadilan Negeri Stabat pada Kamis, 10 Juli 2025, menuai gelombang kekecewaan besar dari keluarga korban dan warga Desa Tanjung Gunung.
Jaksa Penuntut Umum Muhammad Zakiri, S.H. hanya menuntut terdakwa dengan hukuman 18 tahun penjara serta denda Rp5.000. Tuntutan ini dinilai sangat ringan dan melukai rasa keadilan publik, mengingat tindakan pelaku yang keji dan terencana.
“Kalau Anak Saya Tak Bisa Lihat Bapaknya Lagi, Si Pelaku Juga Jangan Bisa Lihat Anaknya Lagi!”
Tangis histeris mewarnai ruang sidang usai tuntutan dibacakan. Mayang Dwiyanti br. Surbakti, istri korban, yang hadir langsung di ruang persidangan, dengan suara bergetar menyampaikan:
> “Saya sangat kecewa dengan tuntutan jaksa yang rendah kali, Pak. Masa jaksa memberi tuntutan hanya 18 tahun untuk orang yang sudah membunuh dan memutilasi suami saya? Kecewa kali saya, Pak!”
Ia melanjutkan, penuh luka dan amarah:
> “Kalau terdakwa bilang dia tulang punggung keluarganya, saya kehilangan tulang punggung keluarga saya untuk selamanya. Anak saya tidak bisa lihat bapaknya lagi. Maka pelaku juga harus tidak bisa lihat anaknya lagi, Pak Hakim!”
Warga Desa Tanjung Gunung Geram, Poster Kekecewaan Dibentangkan di Depan PN Stabat
Kekecewaan tak hanya datang dari pihak keluarga, namun juga dari warga Desa Tanjung Gunung yang membludak hadir di luar ruang sidang. Mereka membawa berbagai poster bertuliskan:
“Tuntutan 18 Tahun Penghinaan terhadap Keadilan!”
“Hukum Seumur Hidup atau Keadilan Mati!”
“Frandi Sembiring Dibunuh, Jangan Bunuh Hukum!”
Aksi ini menunjukkan kemarahan dan ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja JPU Muhammad Zakiri, S.H., yang dinilai tidak peka terhadap penderitaan korban dan keluarganya.
Penasehat Hukum Minta Keringanan, Keluarga Minta Keadilan
Sementara itu, penasihat hukum terdakwa Gembira Surbakti, FH. Sagala, S.H., dalam pledoinya justru memohon agar terdakwa dijatuhi hukuman seringan-ringannya. Hal ini kembali memicu reaksi keras dari pihak keluarga korban.
> “Kami bukan minta balas dendam. Kami hanya menuntut keadilan. Kalau hukuman pembunuhan sekeji ini cuma 18 tahun, hukum ini rusak!” ujar salah satu kerabat korban.
Pertanyaan Besar: Ada Apa dengan Tuntutan Jaksa?
Fakta-fakta persidangan mengungkap bahwa kasus ini melibatkan unsur pembunuhan berencana. Namun, pasal yang digunakan dalam tuntutan adalah Pasal 340 KUHP, dengan ancaman maksimal hukuman mati, seumur hidup, atau 20 tahun.
> “Mengapa JPU hanya menuntut 18 tahun? Apakah nyawa anak kami tidak berarti?” tanya keluarga korban penuh luka.
Sidang Dilanjutkan 17 Juli: Rakyat Menanti Keberanian Hakim
Sidang lanjutan dijadwalkan pada Kamis, 17 Juli 2025, dengan agenda pembacaan vonis. Keluarga korban dan masyarakat luas berharap Majelis Hakim tak ikut lunak seperti JPU.
Redaksi InvestigasiGWI.com
"Keadilan tidak boleh ditawar. Jangan biarkan rasa kemanusiaan kita kalah oleh angka tuntutan yang tak sebanding dengan nyawa."