[INVESTIGASIGWI.COM] — Skandal Rumah Tangga Ustad Salamun: Campur Tangan Mertua Berujung Gugatan Cerai, Riki Dipisahkan dari Istri dan Anak Bulakamba, Brebes – 07 Juli 2025 Oleh: Tim Investigasi GWI | Investigasi Eksklusif Kasus memilukan men

Redaksi Media Bahri
0

Bulakamba, Brebes – 07 Juli 2025

Oleh: Tim Investigasi GWI | Investigasi Eksklusif

Kasus memilukan menimpa pasangan muda asal Grinting–Kluwut, Kecamatan Bulakamba, Brebes. Riki, seorang nelayan, dan istrinya Ayu yang telah dikaruniai satu anak harus menghadapi tekanan luar biasa dari keluarga Ayu—terutama sang ayah yang dikenal publik sebagai tokoh agama, Ustad Salamun.


Alih-alih menjadi penyejuk dan penasihat, Ustad Salamun justru tampil sebagai “pengendali” dalam rumah tangga putrinya, dengan mengambil langkah ekstrem: memisahkan anak dan menantunya secara sepihak, tanpa proses yang proporsional, bahkan cenderung mengandung unsur tekanan dan kekerasan psikologis.


Investigasi Terungkap: Ustad Salamun Tega Halangi Ayu Kembali ke Pelukan Suami

Dari hasil penelusuran investigasi GWI, peristiwa bermula saat Riki mendapat pesan dari Ayu yang meminta dijemput karena ingin hidup mandiri bersama anak mereka. Namun ketika Riki datang ke rumah mertuanya di Kluwut, ia dihadang dan dilarang bertemu. Bahkan, berdasarkan kesaksian warga dan Ketua RT setempat, Ustad Salamun secara terang-terangan menyatakan bahwa ia tidak akan pernah mengizinkan Riki kembali hidup dengan Ayu.


"Demi Allah dan Rasulullah, saya tidak rela anak saya hidup bareng Riki lagi," ujar Ustad Salamun lantang di hadapan wartawan dan warga.


Namun yang mengejutkan, Ustad Salamun mengakui kepada tim kami bahwa ia sering memukuli Ayu jika ketahuan masih menjalin komunikasi dengan Riki. Bahkan, ia pernah mengancam akan menyembelih putrinya sendiri bila tetap kembali ke pelukan suaminya.


Dalil Agama Jadi Tembok Kekuasaan, Bukan Kasih Sayang

Ustad Salamun berdalih bahwa semua langkah yang ia ambil sudah berdasarkan fikih dan pertimbangan agama. Ia menuduh Riki tidak memberi nafkah dan melakukan KDRT. Namun dalam klarifikasi kepada GWI, Riki membantah tegas.

“Saya bukan orang kaya, tapi saya tanggung jawab. Waktu Ayu sakit saya yang bayar utangnya. Saya juga tetap kasih uang buat anak,” ungkap Riki. “Saya hanya pengin hidup mandiri, tanpa ikut campur siapa pun, tapi dilarang.”


Lebih dari sekadar pertengkaran rumah tangga, fakta-fakta yang muncul dalam investigasi ini menunjukkan adanya pola pengendalian ekstrem dari orang tua terhadap anak kandungnya, yang seharusnya sudah berumah tangga dan memiliki kedaulatan sendiri sebagai keluarga.


Mediasi Pemdes Diduga Sarat Tekanan

Kasus ini sempat dibawa ke Balai Desa Kluwut dalam proses mediasi yang melibatkan Kades PJ, Babinkamtibmas, dan tokoh masyarakat termasuk mantan Kades Ansori. Namun suasana mediasi justru menampakkan adanya tekanan terhadap Ayu.


Dari pantauan langsung GWI, Ayu tampak murung, wajahnya tertunduk, tidak banyak bicara. Ketika diminta menyampaikan pendapat, ekspresinya menggambarkan ketakutan yang mendalam.

“Kami menduga kuat ada tekanan psikologis. Ayu tidak bebas menyuarakan kehendaknya,” ungkap salah satu perangkat desa yang enggan disebutkan namanya.


Diduga Ada Pemaksaan Cerai, Mandat Telah Diberikan ke Lebe Setempat

Tak berhenti di situ, Ustad Salamun bahkan telah memberi mandat kepada tokoh masyarakat lokal, Lebe berinisial H.S., untuk mendaftarkan gugatan cerai ke Pengadilan Agama Brebes atas nama Ayu. Informasi ini diperoleh GWI dari pesan langsung yang dikirimkan Ustad Salamun kepada awak media.


Hal ini menjadi tanda tanya besar. Bukankah perceraian adalah hak pasangan suami istri, bukan keputusan sepihak orang tua? Di mana posisi hukum, jika seorang ayah bertindak selaku “pengendali mutlak” kehidupan anak yang telah menikah?


Analisis GWI: Ketika Tokoh Agama Menjadi “Penguasa Rumah Tangga”

Fakta-fakta yang kami dapat menunjukkan bahwa kasus ini tidak hanya sekadar konflik internal rumah tangga, melainkan melibatkan penyalahgunaan pengaruh seorang tokoh agama terhadap kehidupan pribadi anaknya. Ustad Salamun, yang dikenal aktif berdakwah dan punya jamaah besar, justru menunjukkan perilaku yang bertolak belakang dari apa yang ia sampaikan di mimbar.


Masyarakat pun mulai gerah. "Bagaimana kami bisa percaya pada ceramahnya kalau anak sendiri diperlakukan seperti itu?" kata seorang warga Kluwut.


Apakah tokoh agama kini boleh mencampuri, bahkan mengendalikan, rumah tangga anak sampai pada tahap memaksa cerai? Bukankah ini bentuk kekerasan dalam bingkai agama?


Penutup: Saatnya Berani Bicara

Riki dan Ayu adalah gambaran dari banyak pasangan muda yang mengalami tekanan dari pihak luar rumah tangga, terutama keluarga. Kasus ini mengingatkan kita bahwa rumah tangga bukan milik orang tua, dan hukum agama tidak bisa dijadikan alat untuk menjustifikasi kekuasaan.


Kami dari InvestigasiGWI.com akan terus memantau perkembangan kasus ini dan memastikan suara-suara yang terbungkam bisa menemukan tempatnya.

“Agama bukan alat tekanan. Jika ustad pun bisa main kekerasan, lalu siapa lagi yang bisa kita percaya?” — Redaksi Investigasi GWI


Brebes, 10 Juli 2025
Tim Investigasi GWI | investigasigwi.com
Suara untuk yang Dibungkam, Fakta untuk yang Dicemaskan

Tags

Posting Komentar

0 Komentar
Posting Komentar (0)

#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Ok, Go it!
To Top