Diduga Tak Penuhi Regulasi Limbah Medis, Klinik Cisurupan Prima Disorot

Amsar
0

Investigasigwi.com — Garut, Cisurupan – Pengelolaan limbah medis di fasilitas kesehatan terus menjadi perhatian pemerintah, mengingat dampaknya yang dapat membahayakan lingkungan dan masyarakat. Namun, masih ditemukan dugaan ketidaksesuaian prosedur, seperti yang terjadi di Klinik Cisurupan Prima. Kamis , 22 Mei 2025.


Pemilik Klinik Cisurupan Prima, Kukun, AK. S.kep Ners, "Mengungkapkan bahwa limbah medis, termasuk alat kesehatan bekas pakai seperti obat suntik, disimpan di tempat yang diklaim aman di sekitar klinik. Klinik tersebut juga mengaku telah menjalin kerja sama dengan PT. Yonalika, perusahaan pengelola limbah medis yang berlokasi di Bekasi-Karawang. Pengangkutan limbah, menurutnya, dilakukan setiap dua hingga tiga bulan sekali oleh pihak perusahaan tersebut", pungkasnya. 


Namun, pernyataan Kukun menimbulkan sejumlah pertanyaan hukum. Ia mengklaim bahwa pihaknya tidak perlu mengurus izin penyimpanan limbah medis sendiri karena telah bekerja sama dengan PT. Yonalika. Padahal, berdasarkan regulasi yang berlaku, setiap fasilitas layanan kesehatan yang menghasilkan limbah medis tetap wajib memiliki izin penyimpanan sementara sebelum limbah diangkut oleh pihak ketiga. 


Lebih lanjut, "Kukun mengeluhkan biaya kerja sama yang harus dibayarkan oleh klinik-klinik kepada pengelola limbah. Ia mempertanyakan keharusan kerja sama dengan PT. Yonalika sebagai syarat perizinan yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan, mengingat ada klinik lain yang diduga tidak dikenakan biaya serupa", pungkas Kukun. 


Ironisnya, ketika diminta untuk memperlihatkan lokasi bak penampungan limbah medis, Kukun menolak dengan alasan keamanan. Hal ini justru memunculkan dugaan adanya ketidaksesuaian pengelolaan limbah medis dengan standar yang berlaku. Jika izin pengelolaan limbah memang telah ditempuh, seharusnya tidak ada alasan untuk menutupi keberadaan fasilitas penyimpanan sementara.


Pengelolaan limbah medis di fasilitas layanan kesehatan diatur dalam berbagai regulasi, di antaranya :


1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mewajibkan setiap pelaku usaha memiliki izin pengelolaan limbah B3.


2. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mengharuskan adanya izin penyimpanan sementara limbah medis sebelum diserahkan ke pihak pengelola berizin.


3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Limbah Medis Fasilitas Pelayanan Kesehatan, yang mewajibkan fasilitas kesehatan untuk memastikan limbah medis dikelola dengan aman.


Jika benar Klinik Cisurupan Prima tidak memiliki izin penyimpanan limbah medis, maka ada potensi pelanggaran hukum yang dapat dikenai sanksi administratif hingga pidana, sesuai Pasal 100 dan Pasal 103 UU 32/2009. Selain itu, dugaan adanya paksaan kerja sama dengan satu pihak tertentu sebagai syarat perizinan juga dapat dikaji lebih lanjut dalam konteks hukum persaingan usaha dan maladministrasi.


Kasus ini seharusnya menjadi perhatian serius bagi Dinas Kesehatan dan instansi terkait untuk segera melakukan pemeriksaan terhadap pengelolaan limbah di Klinik Cisurupan Prima. Jika terbukti ada kelalaian dalam pengelolaan limbah medis, maka sanksi sesuai ketentuan yang berlaku harus segera diterapkan untuk mencegah dampak buruk terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat.


Selain itu, praktik perizinan yang dianggap tidak transparan perlu ditelusuri lebih lanjut guna memastikan bahwa setiap fasilitas kesehatan mendapatkan perlakuan yang adil dalam memenuhi kewajiban hukumnya.



Reporter : A. Saepul & Tim

Posting Komentar

0 Komentar
Posting Komentar (0)

#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Ok, Go it!
To Top