Jakarta – InvestigasiGWI.com | Pertemuan Bupati Sigi, Mohamad Rizal Intjenae, dengan Wakil Menteri Transmigrasi Viva Yoga Mauladi, Selasa (2/9/2025), di Gedung Kementerian Transmigrasi, Jakarta, seolah menghadirkan dua wajah berbeda. Di satu sisi, geliat ekonomi rakyat lewat “Kopi Sigi Ka Kommi” dan “Bawang Panggang Sigi” kian menjanjikan, bahkan sudah menggoda pasar Kanada dan Tiongkok. Namun di sisi lain, problem klasik tumpang tindih lahan masih menghantui kawasan transmigrasi Palolo dan Lemban Tongoa.
Viva Yoga terang-terangan mengingatkan, hasil rapat Komisi V DPR RI pada Juni 2025 sudah jelas: pemerintah wajib mengeluarkan kawasan hutan yang berada di lokasi transmigrasi agar statusnya tidak abu-abu. “Kalau tidak diselesaikan, transmigran bisa terus dirugikan,” tegasnya.
Investigasi GWI menemukan, isu lahan di kawasan transmigrasi memang bukan perkara baru. Berbagai laporan masyarakat mengungkap sengketa agraria yang melibatkan Kementerian Kehutanan, BUMN, bahkan korporasi besar. Akibatnya, transmigran kerap terjepit di tengah tarik-menarik kepentingan.
Di luar problem lahan, Wamen Viva menekankan pentingnya sinergi lintas kementerian untuk memperkuat sektor riil. Kopi dan bawang hanyalah pintu masuk. Kakao, durian, hingga peternakan, menurutnya, bisa jadi komoditas unggulan lain bila pemerintah daerah berani membuka ruang investasi. Ia bahkan mencontohkan proyek sapi Brasil di NTT yang menggandeng investor asing sebagai model untuk Sigi.
Namun fakta di lapangan berbicara lain. Produksi kopi Sigi hingga kini masih jauh dari target ekspor karena keterbatasan tenaga kerja dan modal. Di sisi kesehatan, keluhan soal puskesmas yang minim fasilitas juga muncul dari warga transmigrasi.
Pertanyaan besar pun muncul: akankah produk unggulan Sigi benar-benar mampu menembus pasar global, ataukah kembali terhambat konflik agraria yang tak kunjung tuntas? Investigasi GWI akan terus mengawal persoalan ini.
InvestigasiGWI.com | Membongkar Fakta, Menyingkap Kebenaran!
.jpeg)
