
Binjai – InvestigasiGWI.com | Proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) senilai Rp 8,1 miliar di Kota Binjai yang dikerjakan PT JOGERPA kini disorot publik. Alih-alih menjadi solusi kebutuhan air bersih, proyek ini justru tercium sarat pelanggaran teknis, lemahnya pengawasan, hingga indikasi korupsi yang tak bisa dibiarkan.
Fakta Lapangan: Penuh Penyimpangan
Investigasi di sejumlah titik pekerjaan—mulai dari Jalan Teuku Umar, Jalan Wahdin, Jalan Baskom, Jalan Talam, hingga Jalan Amir Hamzah—mengungkap temuan serius:
Kedalaman galian pipa tidak sesuai standar juknis.
Material urug tidak menggunakan pasir pilihan maupun sirtu, melainkan asal pakai.
Pemadatan tanah dilakukan asal-asalan, berpotensi merusak jalan.
Keselamatan kerja diabaikan, pekerja tidak dilengkapi APD, jelas melanggar aturan K3 dan UU Ketenagakerjaan.

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah proyek miliaran rupiah ini hanya sekadar “proyek bancakan” tanpa memikirkan keselamatan dan manfaat jangka panjang?
UU Tipikor & KUHP: Jerat Hukum Menanti
Praktisi hukum Ahmad Zulfikar, SH menegaskan, pelanggaran juknis dalam proyek bernilai besar jelas tidak bisa ditoleransi.
> “Mutu yang dikorbankan berarti uang rakyat diselewengkan. Ini bukan sekadar pelanggaran administrasi, tapi indikasi kuat tindak pidana korupsi. Aparat penegak hukum harus turun tangan, melakukan penyelidikan pidana, bukan sekadar audit,” tegas Zulfikar.
Dasar hukum yang bisa menjerat antara lain:
UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tipikor:
Pasal 2: Korupsi yang merugikan negara dapat dihukum penjara seumur hidup atau pidana 4–20 tahun.
Pasal 3: Penyalahgunaan kewenangan yang merugikan negara juga terancam pidana berat.
Pasal 359 KUHP: Kelalaian yang menimbulkan kerugian atau membahayakan keselamatan publik dapat dipidana.
Dengan demikian, kontraktor maupun pejabat pengawas proyek SPAM di Binjai berpotensi dijerat pasal pidana, bukan hanya sanksi administratif.

PUPR Binjai Bungkam, Media Diintimidasi
Ketika dimintai konfirmasi terkait lemahnya fungsi pengawasan, Kabid Cipta Karya Dinas PUPR Binjai, Royto, memilih bungkam. Ironisnya, tim media yang berusaha meminta klarifikasi justru mendapat intimidasi dari pihak perantara yang disebut sebagai “kurirnya”.
Sikap ini semakin memperkuat kecurigaan bahwa ada sesuatu yang sengaja ditutupi dari publik.
Publik Desak Transparansi
Kini publik menanti langkah tegas aparat penegak hukum: apakah berani mengungkap penyimpangan proyek SPAM Rp 8,1 miliar ini hingga menyeret para pihak yang terlibat? Atau kasus ini akan kembali terkubur dalam “lubang gelap” praktik korupsi proyek infrastruktur di daerah?
Redaksi | InvestigasiGWI.com
Editor: ZoelIdrus