Surabaya – InvestigasiGWI.com |
Gelaran Indonesia Game Experience (IGX) 2025 di Surabaya, 14–17 Agustus 2025, bukan sekadar festival hiburan. Dengan tajuk besar “Digital Intelligence for Urban Innovation”, acara ini digadang-gadang sebagai momentum strategis untuk membangun ekosistem gim, teknologi informasi, dan budaya Nusantara. Namun, pertanyaannya: apakah IGX benar-benar jadi motor perubahan atau hanya euforia sesaat?
Industri Gim: Potensi Besar, Tantangan Lebih Besar
Direktur Sarana Prasarana Kemenbud RI, Dr. Ir. Feri Arlius, MSc., dalam sambutannya mengungkapkan fakta penting:
- Tahun 2021, industri gim dan aplikasi menyumbang Rp31,25 triliun terhadap PDB nasional.
- Pada Januari 2024, Indonesia tercatat menyumbang 256 gim di platform Steam, terbanyak di Asia Tenggara.
Namun di balik capaian itu, ada tantangan besar: dominasi gim asing masih terlalu kuat, sementara konten lokal berbasis budaya Nusantara belum mendapat tempat layak. Pemerintah menyebut akan meluncurkan Inkubasi IP Video Game Berbasis Kebudayaan Indonesia, tetapi publik menunggu bukti nyata, bukan sekadar wacana.
Surabaya Jadi Laboratorium Kreatif
Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji, menyebut acara ini bukti nyata kota pahlawan mendukung kreativitas.
“Ada pameran keris, gamelan, dan gaming. Tradisi dan modern berpadu. Surabaya adalah kota kreatif yang terbuka pada inovasi,” ujarnya.
Namun, pertanyaan mendasar muncul: sejauh mana dukungan pemerintah daerah hanya bersifat seremonial? Apakah ada kebijakan konkret untuk mendukung developer lokal, studio gim indie, dan UMKM kreatif yang masih kesulitan modal serta akses pasar?
APTIKNAS & Panggung Bisnis Digital
Ir. Soegiharto Santoso, SH. alias Hoky, Ketua Umum APTIKNAS, menegaskan IGX 2025 bukan sekadar festival.
“Kami ingin mendorong transformasi digital di sektor pendidikan, pemerintahan, dan UMKM. IGX adalah bukti kolaborasi nyata lintas sektor,” ujarnya.
Namun, InvestigasiGWI.com mencatat, IGX juga sarat kepentingan bisnis. Kehadiran raksasa teknologi (Samsung, Acer, Telkomsel, dsb.), forum APTIKNAS Tech Summit, hingga pameran franchise IFBEX 2025 menunjukkan bahwa acara ini tak hanya soal budaya, tapi juga strategi penetrasi pasar digital dan investasi TIK.
E-Sports dan Pameran Pusaka: Kontras Menarik
Di satu sisi, lebih dari 1.500 gamer bertanding dalam e-sports Mobile Legends, Free Fire, dan Counter-Strike dengan hadiah Rp50 juta. Di sisi lain, dipamerkan dua keris pusaka koleksi Presiden RI Prabowo Subianto, simbol kuat warisan Nusantara.
Kontras ini menyisakan catatan: apakah penyatuan budaya dan teknologi ini betul-betul mendidik generasi muda mengenal akar tradisi, atau justru sekadar gimmick untuk menarik massa?
Momentum atau Sekadar Panggung?
Ketua Umum AGKDI, Hendri Andrigo Sutanto, menyebut IGX Surabaya 2025 sebagai momentum strategis membangun masa depan industri gim dan TIK Indonesia.
Namun kritik muncul: tanpa regulasi jelas, dukungan finansial untuk developer lokal, serta kebijakan perlindungan data dan hak cipta, industri gim nasional bisa jadi hanya menjadi pasar konsumtif bagi produk asing, bukan produsen yang berdaya saing global.
Ketua Yayasan Ethnic Indonesia, KRA Rivo Cahyono, menegaskan, “Kemajuan teknologi harus sejalan dengan pelestarian budaya. IGX adalah harmoni nyata itu.”
Pernyataan yang indah, tetapi publik menanti konsistensi: apakah event ini akan berlanjut dengan program nyata, atau berhenti setelah panggung ditutup?
Catatan InvestigasiGWI.com
IGX Surabaya 2025 memang meriah. Ada pameran, bazar UMKM, cosplay, e-sports, hingga keris pusaka presiden. Namun euforia ini harus diikuti dengan langkah konkret:
- Perlindungan hukum bagi inovasi digital dan IP lokal.
- Dukungan pendanaan nyata bagi developer gim Indonesia.
- Kebijakan pemerintah daerah yang tidak hanya mendukung acara, tapi juga ekosistem berkelanjutan.
Tanpa itu semua, IGX hanya akan menjadi festival sesaat—heboh di permukaan, tapi minim dampak jangka panjang.
Redaksi: InvestigasiGWI.com