Jakarta – InvestigasiGWI.com | Di tengah pro-kontra soal relevansi program transmigrasi, pemerintah justru meluncurkan langkah besar: melepas Tim Ekspedisi Patriot ke 154 kawasan transmigrasi dari Sabang hingga Merauke. Acara pelepasan digelar di Balai Kartini, Jakarta, Senin (25/8/2025), dipimpin Wakil Menteri Transmigrasi Viva Yoga Mauladi bersama Menko Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), serta Menteri Transmigrasi M. Iftitah Sulaiman Suryanagara.
Tim ini beranggotakan 2.000 peneliti dari berbagai universitas top seperti ITB, UI, UGM, IPB, ITS, Undip, Unpad, hingga kampus daerah seperti Universitas Sulawesi Barat, Universitas Hasanuddin, dan Universitas Tadulako. Mereka akan tinggal di lokasi transmigrasi selama empat bulan penuh.
“Program ini bukan sekadar riset. Para peneliti akan ikut merasakan kehidupan transmigran, menghadapi kerasnya medan tanpa fasilitas nyaman, jauh dari keluarga. Dari sinilah patriotisme diuji,” tegas Viva Yoga.
Sebelum diberangkatkan, para peneliti mendapat pembekalan selama dua hari oleh sederet pejabat dan tokoh publik: Menteri Pendidikan Tinggi Brian Yuliarto, Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi, Wamenkes Dante Saksono Harbuwono, Wamen Investasi Todotua Pasaribu, Gubernur Lemhanas TB. Ace Hasan Syadzily, Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi, mantan Menteri Eko Putro Sandjojo dan Erman Suparno, hingga figur publik Jerhemy Owen dan Shahnaz Haque.
Namun, di balik seremoni pelepasan, pertanyaan besar muncul: apakah transmigrasi benar-benar masih menjadi solusi pembangunan, atau justru beban baru bagi daerah penerima?
Sejak 1950, transmigrasi memang mencatat angka fantastis: melahirkan 1.567 desa, 466 kecamatan, 116 kabupaten, dan 3 provinsi baru. Lahan hutan, gambut, dan rawa berhasil disulap menjadi pusat pertanian dan perkebunan hortikultura. Viva Yoga menyebut transmigran sebagai “pahlawan pembangunan” dan menegaskan program ini adalah senjata pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto.
Tetapi fakta di lapangan tidak selalu seindah narasi. Beberapa kawasan transmigrasi masih bergulat dengan akses jalan, listrik, air bersih, hingga konflik sosial dengan penduduk lokal. Inilah yang akan menjadi ujian bagi 2.000 peneliti muda tersebut: menemukan potensi ekonomi baru atau justru menguak persoalan yang selama ini ditutup-tutupi.
“Selamat bertugas, selamat menunaikan misi. Yakin usaha sampai,” pesan Viva Yoga menutup acara.
Redaksi: InvestigasiGWI.com