Jakarta, 29 Juli 2025 – InvestigasiGWI.com | Dalam situasi ekonomi nasional yang makin terhimpit dan tekanan global yang kian brutal, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) mengambil langkah tegas: mengonsolidasikan seluruh kekuatan dunia usaha dalam Rapat Kerja dan Konsultasi Nasional (Rakerkonas) ke-34. Acara strategis ini akan digelar pada 4–6 Agustus 2025 di Bandung, Jawa Barat, membawa tema keras namun penuh harapan: “Dengan Semangat Indonesia Incorporated Menuju Indonesia Emas 2045.”
Ketua Umum APINDO, Shinta W. Kamdani, tidak menutup-nutupi kenyataan: dunia usaha nasional saat ini berada di titik kritis. Data pertumbuhan ekonomi kuartal I 2025 yang hanya 4,87%, ditambah konsumsi rumah tangga yang stagnan di 4,89%, dan belanja pemerintah yang justru menurun, dianggap sebagai alarm keras yang selama ini diabaikan pembuat kebijakan.
“Kita bukan pelengkap penderita dari kebijakan pusat. Dunia usaha adalah ujung tombak penciptaan kerja, bukan pengamat pasif,” tegas Shinta dalam pernyataan persnya.
Kontraksi Nyata, Industri Padat Karya di Ambang Krisis
Fakta bahwa indeks manufaktur (PMI) nasional berada di bawah angka 50 selama tiga bulan berturut-turut, menandakan bahwa industri nasional tengah berada dalam fase kontraksi nyata. Pelaku usaha tercekik, bukan hanya oleh biaya operasional dan ketidakpastian pasar, tapi juga oleh regulasi yang tumpang tindih dan minim keberpihakan.
APINDO membeberkan bahwa sektor padat karya menghadapi ancaman PHK massal jika tidak segera diberi dukungan insentif. Beberapa solusi konkret yang diusulkan antara lain:
- Pembebasan PPN jasa subkontrak dan bahan baku
- Restitusi PPN dipercepat
- Penghapusan bea masuk industri
- Subsidi BPJS Kesehatan & energi
- Pengembangan PLTS atap dengan skema net-metering
“Kalau pemerintah tetap bermain retorika dan lambat mengeksekusi, maka dunia usaha akan runtuh. Lapangan kerja menghilang, daya beli hancur,” ujar Shinta tajam.
Ketegangan Global Jadi Ancaman Ekspor
Tak hanya dari dalam negeri, tekanan juga datang dari luar. Kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat terhadap produk ekspor Indonesia telah menampar keras sektor ekspor padat karya seperti tekstil dan alas kaki. Namun, APINDO mengapresiasi langkah diplomasi pemerintah lewat Framework for Agreement on Reciprocal Trade, yang berhasil mengamankan pasar ekspor ke AS dan memulihkan kepercayaan investor.
Diversifikasi Ekspor atau Mati
APINDO mendorong perluasan pasar ekspor ke blok-blok strategis seperti IEU-CEPA, RCEP, CPTPP, BRICS+, dan ASEAN. Sosialisasi IEU-CEPA ke daerah akan segera digencarkan untuk memastikan pelaku usaha nasional tidak tergantung pada satu atau dua negara tujuan ekspor saja.
Bongkar Ketimpangan Daerah
Ketua Steering Committee Rakerkonas, Anthony Hilman, bicara blak-blakan soal kondisi lapangan yang dialami pelaku usaha daerah. Menurutnya, daerah masih terjajah secara ekonomi akibat:
- Biaya logistik mahal
- Perizinan yang masih Jakarta-sentris
- Ketidakpastian hukum
- Premanisme terselubung yang menekan pelaku usaha
“Selama ini dunia usaha daerah cuma dijadikan objek, bukan subjek. Lewat Rakerkonas, suara daerah wajib jadi dasar kebijakan nasional, bukan hanya formalitas,” kata Anthony.
Panggung Politik Ekonomi
Rakerkonas ini bukan sekadar pertemuan rutin. Ini adalah panggung politik ekonomi dunia usaha, karena akan dihadiri langsung oleh Menko Perekonomian, Menko Infrastruktur, Menteri UMKM, Menteri Tenaga Kerja, dan Menparekraf, serta ekonom senior seperti Wijayanto Samirin dan Raden Pardede.
Mereka akan langsung berdialog dengan pelaku usaha dari seluruh Indonesia dalam Dialog Ekonomi APINDO, yang disiapkan untuk menekan pemerintah agar lebih konkret, lebih cepat, dan lebih berpihak pada ekonomi riil.
“Kami tidak ingin pertemuan ini hanya jadi ruang selfie dan sambutan basa-basi. Dunia usaha perlu komitmen yang bisa diukur, bukan janji kosong,” tegas Shinta.
Indonesia Incorporated: Gerakan Perlawanan Ekonomi
Dalam konteks Rakerkonas ke-34, konsep Indonesia Incorporated bukan jargon, tapi gerakan perlawanan ekonomi terhadap stagnasi, ketimpangan, dan kebijakan elitis yang tidak berpijak pada realitas.
“Kita tidak akan selamat dari krisis jika pelaku usaha terus disuruh beradaptasi tanpa dukungan. Sekarang saatnya kebijakan nasional disusun dari bawah, dari realita lapangan,” tutup Shinta tegas. (SB)
InvestigasiGWI.com
Tajam, Menggigit, dan Berani Bongkar Realita