Sukabumi, Jawa Barat, investigasi GWI.com – Praktik penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi kembali mencuat di Kabupaten Sukabumi. Sebuah mobil pick-up tertangkap mengisi BBM jenis Pertalite dalam jumlah besar, mencapai 1.750 liter, di SPBU Pertamina 3443304, Pelabuhanratu, lalu diduga kuat menyalurkannya ke warung-warung eceran.
Kasus ini terungkap setelah awak media bersama Aliansi BPAN (Badan Penelitian Aset Negara) melakukan investigasi lapangan. Mereka awalnya sedang berlibur di Pantai Pelabuhanratu, namun mencium adanya kejanggalan di SPBU terdekat.
Kronologi Kejadian
Sekitar pukul 03.30 WIB, sebuah mobil pick-up terlihat melakukan pengisian BBM subsidi menggunakan jeriken air berukuran 35 liter. Cara ini bukan hanya melanggar aturan distribusi BBM, tetapi juga membahayakan keselamatan umum karena rawan kebakaran.
Setelah mobil keluar dari SPBU, awak media melakukan penguntitan. Mobil itu berhenti di rumah seorang Kepala Dusun (Kadus). Dari hasil investigasi, pemilik mobil diketahui bernama Wihanda alias Apep.
Dalam pengakuannya kepada wartawan, Wihanda mengakui bahwa dirinya menggunakan surat rekomendasi nelayan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi untuk memperoleh Pertalite subsidi. Namun, BBM itu tidak digunakan untuk melaut, melainkan dijual kembali ke warung-warung eceran dengan harga lebih tinggi.
“Saya memang menggunakan surat nelayan untuk mengambil Pertalite subsidi. Tapi bensin itu bukan untuk melaut, melainkan saya jual lagi ke warung-warung kecil. Semua orang tahu kebutuhan BBM besar, jadi lebih cepat laku dijual eceran,” ungkap Wihanda, saat ditemui di lokasi.
Laporan ke Aparat Hukum
Kasus ini kemudian dilaporkan ke Polres Sukabumi. Namun, alih-alih mendapat tindak lanjut serius, laporan awak media dan BPAN justru tidak ditanggapi dengan baik. Baru setelah dilakukan kontak langsung ke Polda Jawa Barat, barulah aparat bergerak membawa pelaku ke Polres.
Sayangnya, perlakuan terhadap pelaku juga menimbulkan tanda tanya. Bukannya ditahan di sel tahanan, pelaku justru dibiarkan duduk santai di ruang tamu Polres.
“Kami merasa kecewa. Seharusnya Polres bisa bertindak cepat dan tegas. Bagaimana mungkin pelaku penyalahgunaan BBM bersubsidi bisa diperlakukan seperti tamu undangan? Ini preseden buruk bagi penegakan hukum di daerah,” tegas Ketua BPAN Sukabumi dalam pernyataannya.
Analisis Hukum: Pidana Berlapis
Penyalahgunaan BBM bersubsidi tidak bisa dianggap enteng. Ada pidana berlapis yang menjerat pelaku, antara lain:
1. Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
Pasal 55: Setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga BBM bersubsidi dapat dipidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp60 miliar.
2. Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
Menegaskan sanksi lebih ketat terhadap penyalahgunaan distribusi energi bersubsidi.
3. Undang-Undang No. 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan
Surat rekomendasi BBM hanya sah digunakan untuk kegiatan melaut, bukan untuk kepentingan dagang.
4. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 18 Tahun 2013 jo. Permen ESDM No. 6 Tahun 2014
Menegaskan harga jual dan konsumen pengguna BBM tertentu hanya diperuntukkan bagi pihak yang berhak.
Dengan dasar hukum ini, jelas pelaku bisa dijerat tidak hanya dengan satu pasal, melainkan berlapis-lapis.
Tanggung Jawab Pemerintah
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM dan Kementerian Kelautan dan Perikanan, tidak bisa lepas tangan. Surat rekomendasi yang dimanfaatkan pelaku diduga lemah dalam pengawasan.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam keterangannya pernah menegaskan:
“Setiap liter BBM bersubsidi adalah hak rakyat kecil. Jika ada oknum yang menyalahgunakan, baik aparat maupun masyarakat harus melaporkannya. Kami di ESDM sudah jelas mengatur dalam Permen, bahwa BBM bersubsidi hanya untuk nelayan, petani, dan sektor yang dilindungi. Di luar itu, adalah penyalahgunaan dan melanggar hukum,” tegas Menteri ESDM.
Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan menambahkan:
“Kami sudah keluarkan regulasi ketat agar surat rekomendasi BBM nelayan tidak disalahgunakan. Tapi kami juga minta aparat daerah dan SPBU ikut mengawasi. Kalau ada penyalahgunaan, berarti ada celah yang harus segera ditutup,” ujar Menteri KKP.
Seruan Aliansi dan Media
Aliansi BPAN bersama awak media meminta agar kasus ini ditangani serius, tidak hanya sebagai kasus kecil. Mereka mendesak agar Dedi Mulyadi dan Erwan Setiawan, sebagai tokoh pengawas publik di Jawa Barat, turun langsung meninjau.
“Kami tidak ingin kasus ini hanya berhenti di meja Polres. Mafia BBM adalah penyakit kronis yang merugikan negara dan rakyat kecil. Pemerintah harus hadir, dan aparat harus tegas. Kalau tidak, kasus seperti ini akan terus berulang,” tutup pernyataan resmi BPAN.
Kasus di Pelabuhanratu ini menjadi bukti bahwa mafia BBM bersubsidi masih berkeliaran dengan modus lama: surat nelayan. Tanpa pengawasan ketat, subsidi yang seharusnya meringankan beban nelayan kecil justru menjadi ladang bisnis pribadi segelintir orang.
Masyarakat menunggu sikap tegas aparat penegak hukum, sekaligus langkah konkret pemerintah dalam menutup celah permainan mafia energi.
Report patar