Jakarta, Minggu, 10 Agustus 2025 â InvestigasiGWI.com |
Di balik palu hakim yang diketuk, ada cerita yang jarang dibuka: disparitas hukum â perbedaan hukuman terhadap perkara yang sejatinya serupa. Bagi pewarta investigasi, memahami dan mengungkap fenomena ini adalah kunci membongkar wajah asli peradilan Indonesia.
Disparitas hukum terjadi ketika dua terdakwa melakukan kejahatan dengan modus, kerugian, dan unsur hukum yang hampir identik, namun menerima vonis yang berbeda jauh. Satu bisa keluar lebih cepat, yang lain terkurung bertahun-tahun.
Jejak Penyebab Disparitas
Hasil penelusuran berbagai kasus menunjukkan tiga faktor dominan:
-
Subjektivitas Hakim
Latar belakang, pengalaman, bahkan nilai pribadi seorang hakim ikut membentuk tafsir hukum. Pasal yang sama, di tangan hakim berbeda, bisa menghasilkan vonis bak siang dan malam. -
Pengaruh Non-Yuridis
Tekanan publik, intervensi politik, hingga relasi kuasa kerap menjadi faktor penentu yang tak tertulis di berkas perkara. -
Ketiadaan Standar Pemidanaan
Tanpa panduan pemidanaan nasional yang tegas, ruang diskresi terlalu luas. Celah ini bisa menjadi pintu masuk ketidakadilan terstruktur.
Kasus yang Mengundang Tanda Tanya
Dalam sejumlah perkara korupsi yang kami amati, kerugian negara, barang bukti, bahkan modus sama persis. Namun, vonis bisa selisih 5â6 tahun penjara. Publik pun kembali mengulang pepatah getir: âHukum tajam ke bawah, tumpul ke atas.â
Risiko Diam Terhadap Disparitas
Fenomena ini bukan sekadar ketidakadilan individual. Disparitas hukum adalah virus yang merusak kepercayaan publik, mengikis wibawa lembaga peradilan, dan mengancam legitimasi negara di mata rakyatnya sendiri.
Catatan Redaksi:
Bagi jurnalis, angka hukuman hanyalah permukaan. Yang lebih penting adalah menggali mengapa hukuman itu berbeda dan siapa yang diuntungkan. Disparitas hukum adalah sinyal bahaya bahwa keadilan bisa diperdagangkan.
Penulis: Syamsul Bahri
Ketum FORSIMEMA-RI
Redaksi: InvestigasiGWI.com